Lo pasti udah sering denger istilah "alpha male". Di mana-mana orang ngomongin soal ini: di media sosial, podcast motivasi, sampai konten TikTok yang ngajarin lo buat "jadi dominan, maskulin, dan nggak terkalahkan." Sekilas, konsep ini keliatan keren banget. Siapa sih yang nggak pengen jadi cowok yang selalu dihormati, sukses, dan punya pengaruh besar?
Tapi tunggu dulu, bro. Apa lo pernah mikir, apa nggak ada sisi gelap dari obsesi terhadap konsep alpha male ini? Apakah kita terlalu sibuk ngejar "gelar" itu sampai lupa gimana rasanya jadi manusia yang nyata, yang punya emosi, kelemahan, dan nilai-nilai lain selain kekuatan?
Yuk, kita bedah soal obsesi alpha male ini dengan gaya santai, tapi tetep ngena di hati.
Alpha Male: Apa, Sih?
Sebelum ngomong lebih jauh, kita harus sepakat dulu soal definisinya. Alpha male adalah istilah yang awalnya dipakai buat menggambarkan pemimpin dalam kelompok hewan, biasanya yang paling kuat dan dominan. Dari dunia binatang, konsep ini tiba-tiba diangkat ke dunia manusia. Hasilnya? Alpha male jadi simbol cowok sempurna: kuat, sukses, dominan, nggak pernah kalah, dan selalu jadi pusat perhatian.
Tapi masalahnya, bro, manusia itu bukan serigala atau gorila. Kita punya otak yang bikin kita lebih kompleks dari sekadar siapa yang paling kuat atau paling dominan. Jadi, apa iya konsep ini relevan buat kita?
Obsesi Alpha Male
Sekarang coba pikirin: kenapa banyak cowok terobsesi buat jadi alpha male? Jawabannya simpel, bro: tekanan sosial.
Di masyarakat, cowok sering banget dikasih ekspektasi yang tinggi banget. Lo harus sukses secara finansial, punya badan atletis, keren di depan cewek, dan selalu keliatan percaya diri. Intinya, lo harus jadi sosok yang "nggak pernah gagal." Kalau lo nggak sesuai sama standar itu, apa yang terjadi? Lo dianggap lemah, nggak cukup "jantan," atau bahkan "pecundang."
Nah, dari sini obsesi mulai muncul. Lo mulai mikir, "Gue harus jadi alpha male biar dihormatin orang." Lo mulai ngejar standar itu mati-matian: ikut gym tiap hari, nonton video motivasi, belajar "strategi" buat dominasi sosial, dan terus-terusan bandingin diri lo sama cowok lain.
Masalahnya, bro, standar ini tuh sering nggak realistis. Lo nggak bisa selalu jadi dominan di setiap situasi. Lo nggak bisa selalu menang. Dan yang paling penting, lo nggak harus jadi alpha male buat dihargai atau diterima.
Media Sosial
Salah satu faktor terbesar yang bikin obsesi ini makin parah adalah media sosial. Lo buka Instagram atau TikTok, yang lo liat apa? Cowok-cowok dengan badan kayak dewa Yunani, gaya hidup mewah, mobil sport, dan cewek-cewek cantik di sekeliling mereka. Mereka semua keliatan sempurna, seolah-olah mereka adalah definisi alpha male.
Tapi yang nggak lo liat adalah apa yang ada di balik layar. Banyak dari mereka yang fake, bro. Entah itu foto yang udah di-edit, barang-barang sewaan, atau gaya hidup yang nggak sustainable sama sekali. Tapi otak kita sering nggak peduli sama fakta itu. Kita ngeliat kesempurnaan mereka dan otomatis bandingin sama diri sendiri.
Dampaknya? Lo jadi ngerasa nggak cukup baik. Lo mulai ngejar standar yang, sebenernya, cuma ilusi.
Hilang Empati?
Satu hal yang sering lupa dibahas adalah gimana obsesi alpha male ini bisa bikin kita kehilangan sisi manusiawi kita. Ketika lo fokus buat jadi yang paling kuat atau dominan, lo bisa jadi lupa sama yang namanya empati, kelembutan, atau kerendahan hati.
Bayangin lo lagi ngobrol sama temen yang lagi down. Kalau lo terjebak dalam obsesi alpha male, mungkin reaksi lo adalah bilang, "Udah, bro, lo harus kuat! Jangan lemah gitu." Padahal, yang temen lo butuhin mungkin cuma telinga yang dengerin dan bahu buat bersandar.
Cowok sejati itu bukan cuma soal kekuatan fisik atau dominasi sosial. Cowok sejati itu adalah dia yang bisa peduli sama orang lain, berani nunjukin emosi, dan nggak takut buat keliatan "manusiawi."
Toxic Masculinity
Obsesi alpha male sering banget nyambung sama konsep toxic masculinity. Ini adalah pola pikir yang bikin cowok merasa harus selalu kuat, nggak boleh nangis, nggak boleh nunjukin kelemahan, dan selalu jadi "pemimpin" dalam segala situasi.
Masalahnya, pola pikir ini nggak cuma bikin lo capek, tapi juga bisa merugikan orang di sekitar lo. Contohnya: lo jadi susah buat minta bantuan karena takut dianggap lemah, lo nggak bisa jujur sama pasangan karena harus keliatan "kuat," atau lo jadi nyalahin orang lain tiap kali lo gagal karena gengsi buat ngaku salah.
Toxic masculinity nggak bikin lo jadi cowok yang lebih baik. Malah, itu bikin lo terjebak dalam lingkaran tekanan yang nggak ada habisnya.
Cowok Biasa yang Bahagia
Kalau obsesi alpha male bikin hidup lo makin berat, mungkin ini waktunya buat ngubah cara pandang lo. Nggak ada salahnya kok jadi cowok "biasa." Berikut beberapa hal yang bisa lo lakukan biar hidup lo lebih damai tanpa harus ngejar gelar alpha male:
- Kenali Diri Lo yang Sebenarnya
Tanya diri lo: apa sih yang bener-bener penting buat lo? Apa lo ngejar jadi alpha male karena itu bikin lo bahagia, atau cuma karena lo takut nggak diterima orang lain? - Belajar Nerima Kelemahan
Semua orang punya kelemahan, bro, termasuk lo. Nggak ada manusia yang sempurna. Yang penting adalah gimana lo bisa nerima kelemahan itu dan tetep berusaha jadi versi terbaik diri lo. - Prioritaskan Hubungan yang Sehat
Alpha male sering digambarkan sebagai sosok yang selalu punya kendali dalam hubungan. Tapi hubungan yang sehat itu nggak soal siapa yang dominan, tapi soal kerja sama, saling dukung, dan saling ngerti. - Berhenti Bandingin Diri
Hidup lo itu unik. Nggak ada gunanya bandingin diri lo sama orang lain, apalagi sama orang-orang di media sosial yang hidupnya belum tentu nyata. - Tunjukin Emosi Lo
Nangis, sedih, atau takut itu bukan tanda kelemahan. Itu tanda kalau lo manusia. Jangan ragu buat nunjukin emosi lo, terutama ke orang-orang yang lo percayai.
Obsesi buat jadi alpha male itu cuma jebakan, bro. Hidup lo nggak akan bahagia kalau lo terus-terusan ngejar standar yang sebenernya cuma ilusi. Cowok keren itu bukan dia yang selalu dominan atau menang, tapi dia yang bisa nerima diri sendiri apa adanya.
Hidup ini terlalu singkat buat lo habisin dengan ngejar validasi dari orang lain. Jadi, fokuslah ke hal-hal yang bikin lo bahagia dan bangga jadi diri lo sendiri. Karena pada akhirnya, yang bikin lo dihormati bukan badan lo, uang lo, atau status lo, tapi gimana lo ngejalanin hidup dengan tulus dan penuh arti.
Stay true, bro.