Lo pernah nggak, ngerasa bingung sama standar yang orang-orang pasang buat cowok? Di satu sisi, ada yang ngedorong lo buat jadi cowok macho, yang kuat, yang nggak pernah nangis, yang seolah-olah nggak punya ruang buat kelembutan. Di sisi lain, ada tren yang bikin cowok soft boy jadi sorotan, yang mana lo diharapin lebih peka, lebih terbuka sama perasaan, dan nggak malu nunjukin sisi sensitif lo. Nah, ini yang bikin banyak dari kita kayak di persimpangan jalan, nggak tahu mau ke arah mana.
Sebelum kita bahas lebih dalam, gue mau lo inget dulu, nggak ada jalan yang sepenuhnya bener atau salah. Hypermasculinity dan soft boy ini kayak dua sisi mata uang. Dua-duanya punya kelebihan dan kelemahan masing-masing. Yang jadi masalah adalah kalau lo ngerasa terpaksa milih salah satu jalan cuma karena tekanan dari luar, bukan karena itu bener-bener lo.
Hypermasculinity
Ngomongin soal hypermasculinity, ini bukan cuma soal penampilan. Lo tahu kan, gambaran cowok macho yang biasanya ada di iklan-iklan parfum? Berotot, jantan, penuh percaya diri, dan nggak kenal takut. Tapi di balik itu, seringkali ada ekspektasi nggak realistis yang bikin lo merasa harus jadi "lebih laki" supaya diterima. Padahal, nggak semua cowok punya fisik kayak superhero atau kepribadian kayak alpha male di film action.
Masalahnya, hypermasculinity ini kadang bikin lo kehilangan koneksi sama diri sendiri. Lo jadi terlalu sibuk ngejar citra kuat sampai lupa kalau lo juga manusia biasa yang punya perasaan. Lo nahan buat nangis, lo takut keliatan lemah, bahkan lo jadi susah terbuka sama orang terdekat lo. Ini bikin lo kayak bawa beban berat sendirian, yang akhirnya malah bikin lo stres dan capek sendiri.
Soft Boy
Di sisi lain, tren soft boy ini kayak napas segar di tengah dunia yang sering banget mendewakan maskulinitas tradisional. Soft boy nggak malu buat ngaku kalau mereka suka nonton film drama, suka bunga, atau bahkan nangis gara-gara film sedih. Mereka lebih fokus ke self-expression dan nggak peduli sama standar lama yang bilang cowok harus tough all the time. Sounds good, kan?
Tapi, ada juga risiko di sini. Kalau lo terlalu tenggelam dalam konsep soft boy, lo mungkin bakal dianggap terlalu mellow atau nggak cukup "laki" oleh beberapa orang. Ironisnya, di tengah usaha buat nge-break stereotip lama, tren ini kadang malah bikin stereotip baru yang nggak kalah membingungkan. Jadi, lo tetap nggak bisa bebas sepenuhnya jadi diri lo sendiri kalau terus berusaha ngepasin diri ke salah satu kubu.
Terus, gimana caranya lo bisa berdiri di tengah-tengah? Simpel, bro. Lo nggak perlu milih salah satu ekstrem. Cowok yang kuat nggak harus jadi robot tanpa emosi. Sebaliknya, cowok yang peka juga nggak berarti harus lemah atau gampang goyah. Intinya, lo harus belajar buat embrace dua sisi ini. Lo bisa jadi cowok yang punya fisik kuat tapi tetap peka sama perasaan orang lain. Lo bisa jadi cowok yang santai main bola sore-sore tapi juga nggak malu buat diskusi soal perasaan lo ke temen-temen lo.
Cobalah buat jujur sama diri lo sendiri. Jangan ikut-ikutan tren cuma karena lo takut nggak diterima. Kalau lo emang suka olahraga ekstrem, gas terus. Tapi kalau lo lebih suka duduk santai di kafe sambil baca buku, itu juga nggak masalah. Yang penting, lo nyaman dengan apa yang lo pilih dan nggak merasa terpaksa buat jadi orang lain.
Balance
Satu hal yang perlu lo inget, bro, dunia itu nggak cuma hitam dan putih. Ada banyak warna abu-abu di antaranya. Jadi cowok itu nggak harus selalu kuat dan nggak boleh nangis. Tapi juga nggak berarti lo harus terus-terusan mellow dan puitis. Lo bisa jadi versi terbaik dari diri lo sendiri dengan cara menggabungkan elemen terbaik dari hypermasculinity dan soft boy. Kuncinya adalah keseimbangan dan kejujuran.
Lagian, siapa sih yang berhak ngasih standar gimana lo harus jadi? Kalau lo terlalu dengerin suara orang lain, lo malah bakal kehilangan arah dan nggak tahu siapa diri lo sebenarnya. Fokus aja sama hal-hal yang bikin lo bahagia dan ngerasa utuh. Percaya deh, orang bakal lebih respect sama lo kalau lo otentik dan nggak cuma ngikutin arus.
Butuh Proses
Gue tahu, mungkin lo bakal ngerasa ini lebih gampang diomongin daripada dilakukan. Tapi, semua hal butuh proses, bro. Jangan takut buat salah langkah atau bingung di tengah jalan. Yang penting, lo terus belajar dan berkembang. Hidup itu perjalanan panjang, dan nggak ada yang instan. Jadi, nikmatin aja prosesnya dan percaya kalau lo lagi ada di jalur yang bener.
Oh ya, kalau lo punya temen yang lagi struggling dengan identitas mereka, jangan cuma diem aja. Kadang, dukungan kecil dari lo bisa bikin perbedaan besar buat mereka. Ajak ngobrol, dengerin cerita mereka, dan kasih semangat buat mereka jadi diri mereka sendiri. Itu juga bagian dari lo jadi cowok yang lebih baik, bro.
Jadi, apa pun jalan yang lo pilih, ingatlah kalau cowok sejati bukan cuma soal fisik atau gaya hidup, tapi gimana lo bisa jadi diri sendiri dan tetap punya hati yang tulus. Hypermasculinity atau soft boy, semuanya bisa jadi baik selama lo nggak kehilangan esensi lo sebagai individu yang unik. Keep it real, bro!